WELCOME TO MY BLOG, & THANKS FOR VISITING

Rabu, 06 Oktober 2010

Ekologi dan Asas Pengelolaan Lingkungan

A. Pengertian dan Lingkup Ekologi

DEFINISI Ekologi Manusia, menurut Amos H Hawley (1950:67) dikatakan, “Human ecology may be defined, therefore, in terms that have already been used, as the study of the form and the development of the community in human population.” (Ekologi manusia, dengan demikian bisa diartikan, dalam istilah yang biasa digunakan, sebagai studi yang mempelajari bentuk dan perkembangan komunitas dalam sebuah populasi manusia).
Frederick Steiner (2002:3) mengatakan, “This new human ecology emphasizes complexity over-reductionism, focuses on changes over stable states, and expands ecological concepts beyond the study of plants and animals to include people. This view differs from the environmental determinism of the early twentieth century.”(Ekologi Manusia Baru menekankan pada over-reduksionisme yang cukup rumit, memfokuskan pada perubahan negara yang stabil, dan memperluas konsep ekologi melebihi studi tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan menuju keterlibatan manusia. Pandangan ini berbeda dari determinisme lingkungan pada awal-awal abad ke-20). Menurut Gerald L Young (1994:339) dikatakan, “Human ecology, then, is “an attempt to understand the inter-relationships between the human species and its environment” (Dengan demikian ekologi manusia, adalah suatu pandangan yang mencoba memahami keterkaitan antara spesies manusia dan lingkungannya).
Ruang lingkup Ekologi Manusia menurut Hawley (1950): “Human Ecology, like plant and animal ecology, represents a special application of the general viewpoint to a particular class of living things. It involves both a recognition of the fundamental unity of animate nature and an awareness that there is differentiation within that unity. Man, as we have seen, not only occupies a niche in nature’s web of life, he also develops among his fellows an elaborate community of relations comparable in many important respects to the more inclusive biotic community.” Jadi ruang lingkup Ekologi Manusia menurut Hawley adalah sebagaimana pernyataannya, “Ekologi Manusia, sebagaimana ekologi tumbuh-tumbuhan dan manusia, merepresentasikan penerapan khusus dari pandangan umum pada sebuah kelas khusus dalam sebuah kehidupan. Ini meliputi dua kesadaran kesatuan mendasar dari lingkungan hidup dan kesadaran bahwa ada perbedaan dalam kesatuan tersebut. Manusia, sebagaimana kita tahu, tidak hanya bekerja dalam sebuah tempat jaringan kehidupan, melainkan dia juga mengembangkan di antara anggota-anggotanya sebuah pengalaman hubungan lingkungan yang sebanding dalam tanggungjawab pentingnya atas lingkungan hidup yang lebih terbuka.”
Steiner (2002) menyatakan bahwa ruang lingkup ekologi manusia adalah meliputi: (1) Set of connected stuff (sekelompok hal yang saling terkait); (2) Integrative traits (ciri-ciri yang integratif); (3) Scaffolding of place and change (Perancah tempat dan perubahan).
B. Asas - Asas Pengelolaan Lingkungan
Beberapa asas umum kebijaksanaan pengelolaan lingkungan tersebut antara lain adalah
(1) asas penanggulangan pada sumbernya (abattement at the source),
(2) asas penerapan sarana praktis yang terbaik, atau sarana teknis yang terbaik,
(3) prinsip pencemar membayar ( polluter pays principle ),
(4) prinsip cegat tangkal ( stand still principle ) dan
(5) prinsip perbedaan regional.
Artinya, kebijaksanaan pemerintah dalam penanganan permasalahan lingkungan saat ini masih dipandang secara parsial dan tidak didasari hasil kajian yang komprehensif. Dua masalah penting yang mengakibatkan bencana lingkungan terbesar adalah masalah dinamika dan tekanan kependudukan, yang berimplikasi pada semakin beratnya tekanan atau beban lingkungan. Kondisi ini diperparah dengan kebijaksanaan pembangunan yang bias kota yang kemudian mengakibatkan terjadinya perusakan tata ruang, pencemaran lingkungan akibat industri, penyempitan lahan pertanian serta koversi hutan yang tak terkendali.
Tekanan atau beban lingkungan yang cukup besar tersebut sangat berkaitan dengan perencanaan tata ruang yang konsisten berbasis pada daya dukung lingkungan, pertumbuhan industri yang tidak ramah lingkungan sehingga mengakibatkan pencemaran, kekumuhan lingkungan yang diakibatkan oleh pemusatan jumlah penduduk melebihi daya dukung lingkungan, dan tekanan terhadap hutan dari aktivitas illegal logging dan konversi lahan dan hutan untuk pertambangan, perkebunan, dan industri.
C. Permasalahan Keterbatasan SDA Dalam Pembangunan
Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional. Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu.
Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai 6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.
Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik.
Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
D. Peran Teknologi Dalam Pengolahan Lingkungan
Kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah jika dibandingkan dengan beberapa negara maju yang ada saat ini, seperti Jepang, Singapura dan lain-lain, dapat dibayangkan apabila kemampuan meguasai teknologinya lebih maju maka tentunya akan mampu menjadi salah satu negara yang makmur dengan masyarakat yang sejahtera sebagai negara maju. Tanpa peran inovasi serta IPTEK, maka niscaya nilai tambah yang tinggi tidak akan diperoleh dan daya saing produk pun menjadi lemah. Dimana persaingan saat ini sangat terkait dengan pola produksi yang mengikuti proses modernisasi yang mengedepankan aspek inovatif, efektif dan efisien serta kompetitive.
Keadaan empirik tersebut, menjadikan IPTEK sebagai harapan dan orientasi pengembangan Investasi di Indonesia ke masa depan, hal ini dilihat dengan potensi sumber kekayaan alam Indonesia yang masih sangat besar, dan masih akan sangat menjanjikan untuk jangka waktu panjang. Penciptaan dan penerapan teknologi yang sesuai dalam mengupayakan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam Indonesia akan dapat jauh lebih optimal. Sehingga ’dongeng’ tentang kekayaan alam yang dikandung bumi Indonesia benar-benar akan nampak, sehingga dapat dinikmati dan digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Pembangunan Iptek ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia; untuk penyediaan dan pengolahan sumber daya alam dan energi; untuk pengembangan industri serta pelestarian lingkungan; dan untuk pertahanan dan keamanan. Dengan pengertian bahwa penciptaan, pemanfaatan untuk upaya pengelolaan berbagai potensi sumber daya alam bagi manusia adalah dimaksudkan untuk terjadinya kondisi harmonis yang dapat selaras dengan lingkungan yang pada akhirnya sebagai potensi pengembangan bangsa akan menjadi sumber potensi untuk mendukung kekuatan nasional.
Kehadiran teknologi knowledge-based expert system yang fokus pada pemrosesan pengetahuan (knowledge processing), merupakan suatu paradigma baru di dalam memberi solusi pengelolaan sumberdaya alam.Mengingat begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi di dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya di negara kita.
Maka tidak ada pilihan lain kita harus segera menguasai dan mengembangkan teknologi yang mampu memberikan solusi nyata. Teknologi berbasis pengetahuan (knowledge-based expert system) dengan berbagai kehandalannya merupakan suatu terobosan baru yang mampu memberi nilai tambah di dalam pengelolaan sumber daya alam secara lebih baik.
Dampak dari kemajuan teknologi komputer yang mampu menggantikan tugas manusia di era intelijensi ini tidak akan mengurangi lapangan pekerjaan, bahkan sebaliknya akan membuka lapangan kerja baru yang lebih efisien. Bermimpi tentang kehebatan teknologi expert system sudah waktunya dihentikan, sekarang mimpi itu harus segera diwujudkan dengan melakukan kajian-kajian di dalam pengembangan teknologi ini sebagai suatu paradigma baru di dalam pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

  • Universitas Indonesia.2000.Ekologi Adalah Ilmu Pengetahuan.http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0026%20Bio%201-6a.htm.
  • Dr.H. Totok Gunawan, M.S.,dkk. 2004. Fakta dan Konsep Geografi. Jakarta: Ganeca Exact.
    Sugandi, Dede. 2005. Geografi. Bandung: Regina.
  • Hawley, H. Amos. 1950. Human Ecology, A Theory of Community Structure. New York: The Ronald Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar